TERASJATENG.COM | Suara pengeras suara terdengar “HIDUP BURUH, BURUH BERSATU TIDAK TERKALAHKAN !” begitulah suara teriakan orator begitu lantang yang juga diikuti para perserta aksi demo mengisi hening setiap perjalan mengawal membakar semangat massa aksi dengan berjalan kaki menuju ketempat tujuan dimana perserta aksi demo ribuan buruh dari berbagai bidang pekerjaan, element masyarakat dan berbagai kota tetangga datang dan berkumpul dengan alat peraga berkumpul ke titik kumpul untuk menyuarakan tuntutanya.
1 Mei diperingati dunia sebagai hari buruh untuk merayakan keberhasilan sosial dan ekonomi para buruh, menilik kebelakang peringatan buruh merupakan perjuangan aksi masa buruh untuk menjadikan buruh menjadi manusia seutuhnya. Bekerja tidak hanya membesarkan perusahaan yang dinaunginya namun juga demi kesejahtraannya dan keluarganya demi masa depan yang lebih baik. Bentuk perlawanan aksi buruh baik berupa orasi, melakukan aksi damai untuk menyampaikan aspirasi. Sebagaimana terjadi di Amerika Serikat pada 1 Mei 1886 Aksi buruh menuntut pemberlakuan sistem 8 Jam kerja per harinya yang sebelemunya 16 Jam per harinya. Atau di Indonesia kita bisa melihat pada tahun 1921, pada saat itu HOS Tjokroaminoto berserta dengan muridnya membawa pidato mengenai Hari Buruh kepada masyarakat Indonesia (pada saat itu hindia belanda). Ia berjanji bahwa perihal hari buruh akan dibicarakan lebih lanjut pada sidang-sidang kenegaraan. Atas saran dari Sarekat Islam HOS Tjokroaminoto mewakili serikat buruh di Indonesia.
Aksi pemogokan pertama kali terjadi di Indonesia di motori oleh Semaun pada tanggal 9 Mei 1923 terjadi di Semarang, menyusul kemudian di Surabaya 10 Mei 1923. Puncaknya terjadi pada 13 Mei 1923, sebanyak 10 ribu buruh, dari total 50 rbibu buruh kereta api dan trem di Jawa mogok massal, terjadi mogok massla imbas dari hapusnya tunjangan hidup buruh, menaikan penyewaan rumah-rumah milik perusahaan dari awalnya 10% menjadi 15% dari gaji, menghentikan tunjangan-tunjangan rumah sebagai akses rumah milik perusahaan, mengurangi kenaiakn gaji awal dan promosi mengubah peraturan pakain dinas hanya satu set dan sisanya dibeli sendiri, kenaikan gaji dibekukan dan tidak ada upah kerja lembur. Sejarah mencatat bagaimana Peringatan hari buruh 1 Mei di Indonesia, sempat ditiadakan pada era Presiden Suharto karena peringatan hari buruh diidentikan dengan ideologi komunis yang saat itu dilarang keberadaanya sebagaimana TAP MPRS No. 25 Tahun 1966. Hingga akhirnya pada tanggal 29 Juli tahun 2013 di tetapkanya 1 Mei sebagai hari libur nasional memperingati hari buruh Internasional sebagaimana di tetapkan pada KEPRES No 24 Tahun 2013.
Perjuangan buruh untuk tercapainya cita-cita kesejahteraan buruh yang ideal terus berlanjut dan tuntutan buruh setiap tahunnya tetap sama, sebagaimana Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 dan di dalam UU No 13 Tahun 2003, dilakukan dengan semangat mewujudkan Pancakrida. Dalam hukum perburuhan dikenal adanya Pancakrida Hukum Perburuhan yang merupakan perjuangan yang harus dicapai yakni :
- Membebaskan manusia Indonesia dari perbudakan, perhambaan
- Pembebasan manusia Indonesia dari rodi atau kerja paksa
- Pembebasan buruh/pekerja Indonesia dari ponenale sanksi
- Pembebasan buruh/pekerja Indonesia dari ketakutan kehilangan pekerjaan
- Memberikan posisi yang seimbang antara buruh/pekerja dan pengusaha
Krida satu sampai dengan krida ketiga secara yuridis sudah lenyap bersamaan dengan di cetuskanya proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 dan sehari kemudian yakni tanggal 18 Agustus ditetapkanya UUD 1945 yang di dalam pasal 27 ayat (1) memuat jaminan kesamaan warga negara dalam hukum dan pemerintahan. Sedangkan pada krida ke empat dan lima sampai dengan saat ini setidak-tidaknya dari kajian empiris atau sosiologis belum dapat dicapai. Dalam krida empat, dunia kenyataan masih banyak terjadi kasus-kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang di sebapkan oleh adanya tuntutan dari pihak buruh/pekerja untuk memperjuangkan hak-hak normatifnya, berbuntut pada pemutusan hubungan kerja. Sedangkan pada krida ke lima yakni memberikan posisi yang seimbang antara buruh/pekerja dan pengusaha merupakan cita hukum (iusconstituendum) dibidang perburuhan yang merupakan tujuan akhir yang akan dicapai.
Namun hingga kini pencapaian kesejahtraan buruh tersebut kian jauh, sekarang banyaknya peraturan yang diciptakan tidak berdampak signifikan pada kesejahteraan buruh bahkan sebaliknya justru pemerintah semakin memperberat beban hidup kaum buruh. Seperti halnya UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan yang mengubah 31 pasal, menghapus 29 pasal, dan menyisipkan 13 pasal baru dalam UU Ketenagakerjaan. 31 pasal yang diubah itu meliputi Pasal 13, 14, 37, 42, 45, 47, 49, 56, 57, 58, 59, 61, 66, 77, 78, 79, 88, 92, 94, 95, 98, 151, 153, 156, 157, 160, 185, 186, 187, 188, dan 190 UU Ketenagakerjaan (hukumonline.com). Di dalam pasal tersebut ada Pasal yang tidak memberikan kepastian hukum bagi buruh contohnya saja dari beberapa pasal bermasalah , perubahan pada Pasal 56 UU Ketenagakerjaan yang mengatur antara lain soal perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang menyebut jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan PKWT ditentukan berdasarkan perjanjian kerja. Pasal 59 UU Ketenagakerjaan diubah dan tidak lagi memuat ketentuan sebelumnya yang mengatur jangka waktu PKWT paling lama 2 tahun dan boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun. Hal ini akan membuat perusahaan akan sewenag-wenang dalam mengatur waktu dalam pembuatan PKWT hal ini akan berdampak tidak adanya kepastian hukum dan perlindungan dari pemerintah untuk mengatur jangka waktu kerja bagi pengusaha ke buruh. Lalu terkait memperjuangkan hak-hak buruh sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 02 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dimana dalam pasal tersebut ada pasal yang merugikan untuk buruh. Pasal 59 ayat (1) yang berbunyi “untuk pertama kali dengan Undang-undang ini dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota yang berada di setiap Ibu Kota Provinsi yang daerah hukumnya meliputi propinsi yang bersangkutan”. Tentu ini bagi buruh yang ingin memperjuangan hak-haknya ini sangat merugikan untuk daerah yang sangat jauh di luar ibu kota karena memerlukan akomodasi yang tinggi untuk ke Ibu Kota Provinsi. Hingga akhirnya buruh-buruh yang akan memperjuangan hak-haknya mengurungkan niatnya.
Selain permasalahan diatas masih banyak lagi permasalahan yang menjadi PR bagi pemerintah dalam hal peningkatan kesejahtraan buruh terutama dalam mengeluarkan regulasi, dalam hal ini pemerintah berserta legislatif harusnya membuat peraturan yang menguntungkan kedua belah pihak yaitu pihak buruh dan pihak pengusaha jangan hanya karena pihak perusahaan yang berada di dalam lingkungan pemerintah dan legislatif menjadi hak buruh terabaikan dan pengusaha di dahulukan kepentinganya. Dalam hal ini buruh pada posisi yang lemah maka harus ada perlindungan yang lebih dari pemerintah untuk memenuhi hak-hak bagi buruh. Jika buruh sejahtera maka akan meningkatkan pembangunan perekonomian bangsa. Sehingga apa yang di idealkan bagi buruh bisa menjadi kenyataan.
Penulis : Rino Daelami Kuncoro. S.H. – (Advokat LKBH Garuda Yaksa)
Apa pendapatmu tentang ini :)