J.A.Battle dalam bukunya Gagasan Baru dalam Pendidikan (1982) pernah menulis : “Sekolah harus membuat agar pengetahuan dan teknologi berguna bagi kebahagiaan manusia, hingga murid-murid di sekolah tidak merasa terpisah dari masyarakat.” Gagasan yang diutarakan J.A.Battle masih memiliki relevansi hingga kini di dunia pendidikan kita. Mengapa pendidikan harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman?. Mengapa apa yang kita terima dan ajarkan di sekolah harus berhubungan dengan realitas di sekitar kita?. Ini karena pendidikan adalah bagian dari integrasi antara sebuah proses belajar dengan lingkungan yang secara holistik, menjadi bagian tak terpisah dari kehidupan manusia.
Karena pendidikan tak terpisah dari perubahan dan konteks sosialnya, pendidikan dituntut untuk selalu dinamis dan cepat tanggap terhadap dinamika zaman. Karena itulah, setiap pemangku kebijakan atau pun pelaku pendidikan dituntut untuk selalu responsif terhadap perubahan. Para pemangku kebijakan baik dari para pemangku kebijakan dan sekolah, sering lamban dalam menyikapi perubahan. Alhasil, pendidikan dikelola bukan berdasarkan tujuan yang akan dicapai, tapi lebih pada prosedur-prosedur pokok semata. Acuan delapan standar nasional pendidikan yang akrab kita pelajari saat akreditasi itulah yang menjadi acuan pengelola pendidikan selama ini. Padahal, inovasi dan kreatifitas dalam mengembangkan pendidikan serta terobosan dalam kebijakan pendidikan tak bisa dilepaskan dari bagaimana kita melihat perubahan di sekitar kita.
Perubahan pola hidup para murid kita misalnya akan menjadi pertimbangan penting dalam menentukan hubungan guru, murid, hubungan pengajaran dan pendidikan di kelas. Teknologi pada satu sisi memang cukup banyak membantu manusia dalam merubah pola pendidikan antara guru dan murid. Tapi di sisi lain, kita dihadapkan pada tantangan untuk menekankan ada aspek-aspek mendasar yang harus dipegang oleh murid di era digitalisasi. Sekolah yang berpikiran modern, ia akan memadukan antara teknologi dengan pendidikan karakter. Sehingga murid, tak kehilangan karakter dan pendidikan budi pekertinya. Namun, anak-anak mampu menjangkau perkembangan teknologi dan memanfaatkannya ke dalam kreasi dan kreatifitas dalam mengembangkan apa yang mereka dapat.
Dalam dunia pendidikan khususnya sekolah, pelayanan dan mutu pendidikan ditentukan oleh kepuasan para orangtua atau pengguna jasa pendidikan. Secara lebih luas, kualitas pendidikan suatu sekolah sebenarnya terletak pada bagaimana sekolah memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat. Masyarakat akan memberikan penilaian yang baik, bila tujuan-tujuan mereka memperoleh pendidikan bisa dicapai dengan baik oleh sekolah, begitupun sebaliknya. Lalu bisakah kita menyamakan semua model pendidikan atau sekolah?. Tentu tidak bisa sesederhana itu. Inilah salah satu aspek penting mengapa Ujian Nasional tidak bisa serta merta digunakan sebagai salah satu pemetaan kualitas pendidikan kita. Karena UN hanya menilai satu aspek kognitif semata, sedangkan aspek psikomotorik dan juga aspek afektifnya belum dievaluasi.
Doni Koesoema dalam bukunya Pendidikan Karakter (2011) menuliskan : “Salah satu dampak UN yang paling eksistensial adalah digantikannya makna pribadi menjadi sekumpulan barang produksi yang dapat distandardisasi. Dalam UN yang diutamakan adalah hasil akhir, bukan proses. Akibatnya, individu kehilangan nilainya sebagai pribadi yang unik dan tak tergantikan (person).
Bila kita tilik makna atau filosofi UN sebenarnya terletak pada fondasinya tentang makna ulangan. Kita bisa menilik kembali makna diadakannya Ulangan/ Ujian dalam bahsa sekarang di buku Ulangan dan Kontrol Pada Pengadjaran dan Pendidikan (1970) Di buku itu ada kalimat menarik yang menjelaskan filosofi Ulangan/ Ujian: “Barang siapa tidak mengenal kembali sesuatu, tidak akan tahu pula sesuatu selama-lamanja. Kesanggupan mengenal kembali itu adalah dasar kehidupan rohani. Dan dasar mengenal kembali itu ialah ulangan : pengenalan yang dibaharui.” Lebih lanjut kita mendapati kalimat penting tentang ulangan : “ Tanpa daja ingatan tidak akan mungkin ada kehidupan rohani. Tanpa ulangan tidak akan mungkin kita mempeladjari sesuatu selama-lamanja.”(h.9-10).
Dengan merujuk pada makna filosofis ujian/ulangan, sebenarnya UN digunakan sebagai upaya kita untuk menjaga terhadap apa yang telah kita pelajari. Sehingga menghapus UN begitu saja, tanpa memikirkan alternatif atau model pengujian dan evaluasi pendidikan, akan menjadi percuma. Perdebatan mengenai pengapusan UN atau tidak sebenarnya menunjukkan pada persoalan mendasar kebijakan pendidikan kita. Kita belum mampu menyusun desain tentang rencana pendidikan kita dan tujuannya. Dengan kata lain, kita belum bisa menjawab pertanyaan sederhana : “Sebenarnya apa yang hendak dicapai oleh pendidikan kita selama sepuluh sampai dua puluh tahun ke depan?.”
Ki Hajar Dewantara pernah merumuskan model pendidikan nasional kita. Dalam asas-asas Taman Siswa Ki Hajar Dewantara menekankan aspek-aspek berikut seperti kemerdekaan, kebudayaan, dan akal budi. Anak-anak dididik untuk memiliki jiwa kemerdekaan dalam berpikir dan bertindak. Artinya setiap anak diajak untuk berkreasi dan bertanggungjawab. Kebudayaan dijunjung tinggi dalam Taman Siswa karena ia merupakan fondasi dari pendidikan batin atau ruhani. Sementara pendidikan akal budi, atau akhlak juga merupakan pelajaran yang ditekankan dalam Taman Siswa karena berhubungan dengan etiket seorang murid dalam menjalani pendidikannya.
Artinya, di masa lampau, pendidikan nasional dimanajemen tidak mengutamakan aspek kognitif atau intelektualitas semata. Justru dengan menekankan kemerdekaan anak, pendidikan kebudayaan dan juga akal budi membuat pendidikan nasional kita maju dan menghasilkan orang-orang yang bermental kuat.
Wacana penghapusan UN ataupun tidak yang dimunculkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, tetap tak berpengaruh signifikan dalam kemajuan pendidikan kita, selama belum terciptanya kemerdekaan peserta didik dalam menuntut ilmu, pendidikan berbasis kebudayaan yang makin dipinggirkan, dan juga pendidikan akal budi yang kian kurang diperhatikan.
*) Peminat Dunia Pendidikan dan Anak, Kepala Sekolah SMK Citra Medika Sukoharjo
Apa pendapatmu tentang ini :)