Beberapa hari yang lalu Presiden Jokowi telah menerbitkan Perppu nomor 2 tahun 2020 sebagai pengangganti UU nomor 1 tahun 2014 tentang pilkada. Yang isinya bahwa penyelenggaraan Pilkada serentak akan di undur pada Desember 2020 yang sebelumnya seharusnya di laksanakan pada bulan September 2020. Hal ini terjadi akibat kejadian luar biasa dari penyebaran virus corona yang melanda negri ini sejak maret hingga kini. Sebenarnya ini merupakan sebuah kesempatan yang sangat menarik untuk mematangkan kembali konsep kepemimpian bagi para calon-calon kepala daerah yang akan maju untuk berlaga dalam kontestasi politik daerah nanti.
Umumnya calon-calon kepala daerah akan menawarkan berbagai gagasan mereka baik melalui kampanye langsung dengan masyarakat atau melalui media pembantu seperti baliho iklan atau sejenisnya. Tak sedikit dari para calon tersebut menawarkan hal-hal yang sifatnya pembangunan kongkrit sampai pernah muncul suatu tageline yang populer di tengah Masyarakat bahwa yen dalane mulus rejekine alus (kalau jalannya halus rejekinya lancar). Sebenarnya sejauh mana pembangun infrastuktur berdampak pada pertumbuhan dalam suatu daerah?
Adam smith mengatakan bahwa “ Pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan produk domestik bruto bergantung pada akumulasi modal yang kemudian di investasikan” artinya bila kita mau mengacu pada pernyataan tersebut akan memberikan suatu pengertian bahwa suatu pembangunan infrastukrtur bisa dijadikan salah satu modal untuk meningkatkan perekonomian dari suatu daerah. Oleh karenanya tidak sedikit dari kepala-kepala daerah menfokuskan kepemimpinannya pada sektor pembangunan infrastuktur. Bisa kita amati bersama bagaimana kondisi jalan di tiap daerah yang kian hari makin mengenakkan mata, fasilitas-fasilitas umum di percantik salah satunya ada penambahan gapura, lampu pernak-pernik bahkan ada yang mendekorasi daerahnya agar mirip dengan Negara-negara di eropa yang bahkan dilengkapi gedung-gedung penjulang langitpun turut melengkapinya, yang pada hari ini jumlahnya kian hari makin banyak jumlahnya.
Pembangunan dan Masyarakat
Mengambil contoh pada hasil survey SMRC tahun 2019 tentang tingkat kepuasan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi, dimana hasil survey tersebut menunjukkan angka sebesar 68 % Masyarakat merasa puas terhadap kepemimpinan beliau, yang dimana pada kepemimpinan beliau terlihat menitikberatkan pada aspek pembangunan infrastuktur. Berarti masih bisa disimpulkan bahwa kedepan pembangunan infrastuktur masih akan digunakan alat kampanye oleh calon- calon kepala daerah yang ingin maju, melihat masih menjadi sebuah daya Tarik bagi Masyarakat secara umum. Padahal kalau kita mau mencermati, proses pembangunan infrastuktur membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk di keluarkan, mengambil contoh misalnya pada proyek pembanguan tol dari pejagan hingga pasuruan yang baru-baru ini di selesaikan dengan panjang jalanya 626,7 km dengan total biaya investasi mencapai Rp 67,94 triliun (menurut tim riset CNBC). Dengan skema biaya yang sebesar itu akan sangat sayang bilamana infrasktur tidak dapat di nikmati oleh semua elemen masyakarat yang ada.
Pada kenyataannya hanya oleh kalangan tertentu saja jalan tersebut bisa di nikmati fasilitasnya, di tambah untuk bisa menikmati jalan tol tersebut tidaklah dengan biaya Cuma-Cuma atau gratis. Yaitu ada biaya tertentu yang kita bayarkan yang disesuaikan dengan jarak tempuh yang kita gunakan. Belum lagi kalau kita renungi bersama dari total investasi sebesar itu, maka tidaklah mungkin investor memberikannya secara swadaya atau Cuma-Cuma kepada kita, sudah barang pasti akan ada take and give yang telah disepakati antara investor dan pemangku kebijakan.
Terus masyarakat secara umum dapat apa? okelah, mungkin mereka dapat menikmati bagaimana indahnya dari daerah-daerah mereka dengan saling tumpang tindihnya jalan yang melayang diatas tanah dengan lampu-lampu yang gemerlap di malam hari. Diluar itu apakah kesejahteraan mereka meningkat? Justru mungkin bagi kalangan petani lahan mereka sudah pasti sudah terkikis untuk pembangunan jalan. Terpaksa mereka mencari pekerjaan lain yang bisa digunakan untuk menyambung hidup mereka. Atau taruhlah pedagang kaki lima, bila dalam kota dilakukan pembangunan? Apakah mereka diperbolehkan dengan Cuma-Cuma untuk berdagang ditengah kota? Jawabannya sudah dipastikan tidak karena mungkin saja uang sewanya akan kian mahal dan mereka tak sanggup lagi untuk menyewanya. Sungguh miris ditengah indahnya daerah-daerah ada sebagian masyarakat kita yang merasa kebingungan walau hanya sekedar untuk mempertahankan kehidupan meraka.
Bilamana nanti calon-calon kepala daerah yang mau maju, ada baiknya tidak selalu pembangunan infrastuktur yang diunggulkan dan ditawarkan kepada masyarakat. Karena tidak akan berdampak pada pemerataan ekonomi masyarakat sebagaimana hasil riset mega lestari (2019) yang mengatakan bahwa pengaruh dari pertumbuhan infrastuktur dan pemerataan ekomonomi tidaklah signifikan.
Perlu adanya solusi alternative selain pembangunan infrastruktur yang bisa ditawarkan kepada masyarakat. Misalnya saja peningkatan kemampuan SDM nya yang sangat membutuhkan untuk digenjot baik dari segi skill atau akses jaringan dan modal mereka untuk bisa masuk daya saing secara global. Apalagi dengan perkembangan teknologi sangat mungkin bagi kepala daerah baru nantinya untuk membuka wawasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk lebih maju.
Atau bisa juga kepala daerah baru nantinya memberikan fasilitas umum yang tidak hanya nemawarkan keindahan tetapi juga bisa dimanfaatkan untuk media masyarakat berinteraksi dengan pakar-pakar yang sampai hari ini masih terkesan eklusif pada gedung-gedung Pendidikan saja. Atau bisa juga kepala daerah membuat skema hulu sampai hilir benar-benar di miliki oleh masyarakatnya sendiri tanpa ada campur tangan pihak luar kecuali sebagai konsumen saja. Entah itu pada sektor industri, pertanian maupun sektor lainya. Semua dipastikan harus melibatkan masyarakatnya sendiri. Nah, mungkin dengan cara seperti ini cita-cita dari Soekarno dan kawan-kawannya terdahulu tentang masyarakat yang berdikari akan terwujud.
Oleh karenanya besar harapan kepada calon-calon kepada daerah yang akan maju nanti harus memegang prinsip bahwa perhatian utama harus ditujukan kepada masyarakat terlebih dahulu bukan berapa nilai investasinya.
Apa pendapatmu tentang ini :)