TERASJATENG.COM | SEMARANG – Ikan nila, biasanya identik dibudidayakan di air tawar. Namun tidak di Desa Tunggulsari, Tayu, Kabupaten Pati Jawa Tengah, ikan Nila dibudidaya di air asin (salin) hingga kadar garam 22 ppt.
“Ini kami bawa untuk display, biar orang tahu, kalo nila hidup di air asin itu memang bisa,” pungkas Kepala Desa Tunggulsari, Jarot Supriyanto, saat ditemui tim Terasjateng.com disela acara Gelar Desa Wisata Jawa Tengah 2019 di Semarang.
Awalnya juga jatuh bangun, karena sulit mengadaptasi nila tawar kemudian menjadi ke air asin itu, kita butuh proses, lanjutnya.
Lebih lanjut, Jarot mengungkapkan bahwa ikan nila air asin memiliki kelebihan dibanding nila air tawar. Yakni memiliki daging yang lebih tebal, tidak bau tanah, tidak apek dan rasanya lebih gurih.
Nila air tawar lebih cepat beranak. Sedangkan nila air asin mandul, tidak bisa beranak. Kalau tidak beranak, pertumbuhan nila akan lebih maksimal.
“Harga nila air asin Rp 25 ribu perkilo. Kalau air tawar Rp 22 ribu,” imbuh Jarot.
Selain menjadi penghasil ikan nila salin, desa ini juga menjadi salah satu penghasil bandeng di Kecamatan Tayu. Bandeng di Tunggulsari dibudidayakan memakai cara semi intensif. Di samping itu, desa ini memiliki kawasan mangrove seluas 25 ha.
“Kami kelola, membuat track, kami juga membuat edukasi center mangrove, kami membuka peluang yang mau belajar masalah mangrove,” pungkas Jarot.
Desa Tunggulsari dikenal dengan sebutan Desa Wisata Mina Mangrove. Selain menawarkan keindahan alam hutan mangrove, edukasi tentang perikanan dan pengolahan mangrove, desa ini juga memiliki produk kuliner yang khas. Diantaranya sirup mangrove, keripik ikan dero, madu mangrove dan sebagainya.
(A8)
Apa pendapatmu tentang ini :)