Terasjateng.com | Kendal- Geruduk Balai Desa Sendangkulon, Kecamatan Kangkung, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Lembaga Pemantau Pembangunan dan Kinerja Pemerintah (LP2KP) Kendal bersama warga Sendangkulon Kangkung ingin klarifikasi terkait adanya dugaan pungli dalam proses pemberkasan dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2021 di Desa Sendangkulo Kangkung, Kamis (02/02/2023).
Salah seorang pengurus LP2KP) Kendal, Erwin Pasule, mengatakan bahwa, berawal dari adanya aduan dan keluhan warga Desa Sendangkulon Kangkung terkait adanya kejanggalan dan dugaan pungutan liar dalam proses pengumpulan berkas dalam program PTSL tersebut, pihaknya kemudian bersama warga Desa Sendangkulon melakukan audensi atau klarifikasi ke Pemdes Sendangkulon Kangkung.
“Banyak warga Sendangkulon yang mengadu ke kami terkait adanya dugaan pungli dalam proses pemberkasan dalam program PTSL tersebut. Mereka mengedu adanya dugaan pungli dalam pemberkasan program PTSL senilai Rp 500 ribu,” katanya.
Padahal, lanjut Erwin, dalam proses pemberkasan dalam program PTSL, menurut dia yang berhak melaksanakan proses tahapan atau pemberkasan itu Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Kelompok Masyarakat (Pokmas) program PTSL. Namun, kata Erwin, yang terjadi di dalam program PTSL di Desa Sendangkulon itu justru bukan Pokmasnya yang menguruskan pemberkasan itu, melainkan salah seorang perangkat desa dari Sendangkulon.
“Yang menjadi kejanggalan kami itu, kenapa Pokmasnya belum terbentuk tetapi pengumuman dan pemberkasan dalam program PTLS itu sudah dilakukan oleh salah seorang Perangkat Desa di Sendangkulon Kangkung dan Perangkat Desa yang menguruskan berkas itu juga menerima uang dari sebagian warga yang ikut dalam program PTSL tersebut,” katanya.
“Ini kan bukan kewenangan dia. Harusnya Pokmasnya atau BPN yang mengerjakan itu semua. Nah, disitulah muncul dugaan adanya praktek Pungli secara halus dengan adanya penerimaan dan pemberian uang dari warga yang nilainya melebihi dari anggaran atau RAB yang ditetapkan oleh Pokmas. Dari hasil audensi tadi, Perangkat Desa yang menerima dan warga yang memberi uang sepakat untuk dikembalikan,” lanjutnya.
Salah seorang Perangkat Desa Sendangkulon Kangkung, Nurul Anwar, yang di duga melakukan pungutan liar dalam proses pemberkasan dalam program PTSL itu mengaku kalau sebelumnya dia sempat menolak ketika mau dikasih uang oleh warga sebagai uang jasa atau bisaroh dalam pengurusan berkas tersebut. Namun, karena terpaksa, dia mau menerima uang itu karena dia menganggap uang itu diperuntukkan sebagai uang jasa atau bisaroh dirinya dalam membantu warga mengurus pemberkasan dalam program PTSL.
“Iya, saya menerima uang jasa itu dari sebagian warga yang ikut dalam program PTSL di Desa Sendangkulon Kangkung. Namun, uang itu diberikan ke saya itu untuk upah jasa atau bisaroh pemberkasan saja. Jika memang warga yang mengasihkan itu tidak berkenan, saya siap untuk mengembalikan sesuai nominal yang diberikannya,”,” sanggahnya.
Sementara, salah seorang warga Desa Sendangkulon Kangkung, Akulin Nizi, yang mengaku juga ikut dimintai uang jasa dalam pemberkasan dalam program PTSL tersebut mengaku bahwa, dirinya juga dimintai sejumlah uang sekitar Rp 500 ribu untuk pemberkasan dan Rp 200 ribu untuk pembelian patok dalam proses pembuatan sertifikat dalam program PTSL itu.
“Iya benar, kami dimintai sejumlah uang untuk jasa pemberkasan dalam program PTSL itu. Selain saya, banyak juga warga Desa Sendangkulon yang ikut program PTSL juga ikut dimintai uang jasa pemberkasan tersebut. Namun, karena mungkin tidak berani mengadu atau mengeluhkan hal itu mereka hanya bisa diam dan tidak berani mempertanyakan hal itu kepada pihak terkait,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas) program PTSL di Desa Sendangkulon, Sobirin mengatakan bahwa, kejadian yang disangkakan oleh warga tersebut itu diduga terjadi sebelum dirinya dilantik sebagai Ketua Pokmas program PTSL Sendangkulon tahun 2021.
“Jadi, persolan itu saya tidak tau menahu, karena apa yang disangkakan oleh warga terkait dugaan pungli dalam proses pemberkasan dalam program PTSL itu terjadi sebelum saya dilantik jadi Ketua Pokmas program PTSL di Desa Sendangkulon dan itupun tampa sepengetahuan saya,” ungkapnya.
Sobirin mengaku bahwa, dalam proses rogram PTSL yang ia jalankan saat itu tidak ada masalah dari mulai awal pemberkasan hingga akhir, karena selama ia menjabat sebagai ketua Pokmas PTSL di Desa Sendangkulon itu pihaknya tidak pernah atau merasa melakukan pungutan sejumlah uang kepada warga yang melebihi dari aturan dalam program PTSL.
“Kita tidak pernah melakukan pungutan kepada warga yang ikut program PTSL melebihi dari yang sudah ditentukan dalam program PTSL. Bahkan sampai sertifikat jadi hingga diserahkan kepada warga yang berhak iku kita tidak pernah meminta atau memungut uang sepeserpun,” ujarnya.
Apa pendapatmu tentang ini :)