Oleh: Naibul Umam Eko Sakti, S.Ag., M.Si
TERASJATENG.COM – Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, Indonesia dilanda beragam bencana besar dengan total kerugian yang sangat besar. Misal saja sepanjang tahun 2018 lalu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut total kerugian mencapai lebih dari Rp 100 Triliun (BNPB, 2018). Hal itu menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan serta berkontribusi pada terjadinya kemiskinan.
Beberapa provinsi di Indonesia memiliki kinerja ekonomi yang bagus. Namun, secara bersamaan memiliki risiko bencana yang tinggi. Diantaranya Provinsi Jawa Tengah, yang memiliki Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) relative tinggi, PDRB atas harga berlaku 2018 mencapai Rp 1.268.700,97 Miliar (BPS, 2018). Namun begitu, Jawa Tengah juga berisiko bencana tinggi dengan indeks risiko 158 atau masuk dalam kelas risiko tinggi (BNPB, 2013). Makna dari data diatas adalah investasi pembangunan yang besar, Jawa Tengah ternyata memiliki risiko bencana yang tinggi.
Bahkan, sangat memungkinkan apabila investasi berada pada wilayah yang justru rawan terpapar bencana. Maka dikhawatirkan mengganggu proses pembangunan berkelanjutan. Maka dipandang perlu melakukan integrasi antara analisis risiko bencana, perencanaan penanggulangan bencana (PB), perencanaan pembangunan dan perencanaan tata ruang.
Pengurangan risiko bencana (PRB) merupakan isu lintas sektor dan rumit. Ini membutuhkan komitmen politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya, kesadaran masyarakat, pengetahuan ilmiah, perencanaan pembangunan yang cermat, penegakan kebijakan dan hukum yang bertanggungjawab, peringatan dini berbasis masyarakat, dan mekanisme kesiapsiagaan dan tanggap darurat yang efektif.
Oleh sebab itu PRB membutuhkan kebijakan dan usaha bersama dari pengambil keputusan dan kebijakan tingkat nasional dan daerah dari beragam dinas pemerintahan, serta perwakilan masyarakat sipilter masuk lembaga pendidikan, sektor swasta dan media. Oleh karena itu penguatan platform PRB di Jawa Tengah menjadi kebutuhan mendesak sehingga akan tercipta budaya keselamatan dan sadar bencana yang lebih baik.
Selain itu, keberpihakan terhadap alokasi dana PRB perlu menjadi salah satu prioritas. Alokasi dana PRB Kabupaten/Kota di Jawa Tengah relatif sedikit dan cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut berimplikasi pada kuantitas dan kualitas kegiatan PRB sejak pra bencana, saat bencana dan pasca bencana yang masih jauh dari ideal.
*Penulis merupakan aktivis kebencanaan/Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana MDMC Jawa Tengah
Apa pendapatmu tentang ini :)