TERASJATENG.COM | Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri mengungkap dugaan kasus pinjaman online (pinjol) ilegal bernama Rp Cepat. Hal tersebut sebagai tindak lanjut dari laporan korban yang merasa dirugikan perihal cara penagihan maupun bunga yang tak wajar.
Wadir Tipideksus Kombes Pol Whisnu Hermawan Februanto mengatakan, dalam iklan, Rupiah Cepat hanya menjanjikan suku bunga rendah yaitu 7 persen. Namun pada kenyataannya tak sesuai dengan iklan tersebut.
“Kebanyakan korban itu pinjamnya Rp 1,7 juta, dapatnya Rp 500 ribu, dapat ditangannya Rp 290 ribu saja mengembalikannya puluhan juta nantinya. Bahkan ada yang minjam uangnya Rp 3 juta balikinnya Rp 60 juta,” kata Whisnu di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (17/6/2021).
Disebutkan Wisnu, proses penagihan pinjol tersebut terbilang sadis dan tak manusiawi. Bahkan, salah satunya dengan mengedit foto korban hingga memfitnah di media sosial.
“Kalau tidak dibayar, dia akan membuat ke teman-temannya tadi bahwa si A ini telah mengambil uang perusahaan bahkan lebih kasar lagi, foto-fotonya dicrop kemudian dikirim gambar-gambar tidak senonoh itu banyak sekali,” ungkapnya.
Selain menetapkan lima tersangka, polisi juga tengah memburu warga negara asing (WNA) yang masih menjadi buronan. Adapun kelima tersangka itu adalah, EDP, BT, ACJ, SS dan MRK serta dua orang WNA yang telah diminta pencekalan ke Ditjen Imigrasi adalah, XW dan GK.
Baca juga : Tergiur Tenor Panjang, Pegawai Pemkab Boyolali Jadi Korban Pinjol
“Lima tersangka dan masih ada dua lagi DPO yang diduga adalah warga negara asing,” ujar nya.
Wisnu menjelasan, Rp Cepat adalah pinjaman online yang berada di naungan PT Southeast Century Asia (SCA). Perusahaan ini tak terdaftar di dalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kami menginformasikan kepada masyarakat bahwa aplikasi Rp Cepat ini tidak ada izinnya, secara legalitas, perusahaan ini tidak ada izinnya. Kami berhasil mengecek ke OJK, langsung,” tegasnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 30 Jo Pasal 46 dan/atau Pasal 32 Jo Pasal 48 UU Nomor 19 tahun 2016 Tentang ITE dan/atau Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf f UU Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan/atau Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 atau Pasal 6 atau Pasal 10 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU.
(TJ/Bre)
Apa pendapatmu tentang ini :)