TERASJATENG.COM | Di setiap promo tiba, kita sering terjebak euforia. Orang tidak lagi berpikir ini kebutuhan atau keinginan. Mereka lebih dekat dengan yang dikatakan orang Jawa sebagai aji mumpung. Mumpung promo, kapan lagi bisa belanja murah.
Tanggal 10.10 memang baru lewat, namun euforianya masih berlangsung. Diskonnya juga masih dua hari lagi. Melek belanja belum ada di pelatihan-pelatihan dan seminar-seminar. Literasi kita belum sepenuhnya menjangkau pada literasi keuangan dan literasi finansial.
Jangan kaget kalau utang negara kita begitu banyak. Urusan mengelola keuangan memang jarang disinggung. Padahal urusan melek literasi finansial adalah penting. Orang bakal kebingungan dan jatuh terperosok hidupnya saat ia tidak mampu mengurusi dan mengatur keuangan dengan baik.
Matematika kita belum menyentuh pada aspek bagaimana memperhitungkan hidup, menjadikan hidup penuh perhitungan.
Saya jadi terkaget-kaget saat nonton kata mutiara di salah satu stasiun televisi swasta yang benar-benar menggambarkan situasi kita saat ini. “Janganlah risaukan hari esok, marilah kita lakukan hari ini. Sebab esok hari punya misterinya sendiri.”
Kalimat itu seolah mirip dengan situasi kita hari ini. Bila dalam soal hidup seperti itu maka dalam urusan belanja dan keuangan kita bakal lebih parah. “Habiskan duitmu hari ini, urusan besok kita cari lagi”.
Hidup kita jadi tidak penuh perhitungan. Hidup santai yang menjadi kebiasaan kita ini diam-diam merusak. Hidup tanpa rencana dan seenaknya.
Dalam melihat diskon yang fantastis itu, kita hanya melihat peluang, bukan siasat dagang.
Dalam pertunjukan salah satu marketplace yang terbesar itu pun kita disuguhi pertunjukan spektakuler, mewah. Ada bisikan yang dibisikkan, “Belanja itu mewah, silahkan belanja anda akan saya istimewakan”.
Kita seolah menjadi raja yang punya kuasa. Kekuasaan kita adalah kekuasaan berbelanja. Orang tidak lagi dibuat pusing dengan masalah esok hari.
Belanja memang menunjukkan ideologi pasar. Uang adalah yang utama. Yang tak punya uang diajak bermimpi untuk belanja. “Ini diskon gede, utanglah!”.
Hadirnya kredit dalam jumlah besar hanya modal KTP mengalahkan bank-bank perkreditan di desa-desa. Sistem pasar ternyata sudah sedemikian gila.
Pasar memang memberi puja puji dan rayuan untuk menjadi manusia rakus belanja. Tidak ada lagi alasan anda miskin atau kaya. Anda diajak untuk sama rasa, sama rasa merasakan diskon walau sehari saja.
Di sini, dalam keadaan yang seperti ini, pasar punya cara. Ia adalah kita. Manusia ekonomi yang memang memiliki kuasa. Kuasa untuk belanja.
Dimana negara saat pasar lebih dominan?. Negara tidak punya tangan lagi. Pasar selalu punya cara sendiri.
Jadi, mari bakar uang kita. Mumpung diskon di depan mata. Hari esok jangan dikata, esok kita masih bisa kerja.
Arif Yudistira – Tuan Rumah Pondok Filsafat Solo, Guru di SD MBS Prambanan
Apa pendapatmu tentang ini :)