TERASJATENG.COM | Mencari suspek bagi kader TB-HIV MSI adalah sebuah tugas yang tidak mudah dilakukan. Bagaimana tidak, tugas tersebut dilakukan seorang diri dari pintu ke pintu rumah warga sesuai wilayah kerjanya yang terbilang luas. Meski demikian, tidak sedikit kader TB-HIV yang dengan kesadaran diri dan suka rela mencari suspek TB. Salah satu kader tersebut adalah Ibu Mujiati asal Kelurahan Tugurejo Kecamatan Tugu Kota Semarang. Beliau adalah satu-satunya kader TB-HIV dari Yayasan Masyarakat Sehat Indonesia (MSI) yang ada di Kelurahan Tugurejo.
Menjadi kader TB-HIV MSI satu-satunya di Kelurahan Tugurejo tidak pernah mengecilkan semangatnya untuk mencari suspek TB. Setiap harinya dilakukan dengan rasa gembira dengan harapan apa yang dilakukannya dapat menolong orang lain. Dedikasi dan semangat beliau seolah mengecilkan wilayah Kecamatan Tugu yang begitu luas. Capaian Investigasi contac dari kerja kerasnya dapat menjadi inspirasi bagi kader lainnya dan menjadi salah satu kader terproduktif selama periode tahun 2021.
Hampir setiap hari Ibu Mujiati melakukan tugas tanpa rasa putus asa, meskipun Ia tengah menderita sakit Asam urat yang terbilang sudah cukup parah. Sakit asam urat ini memang mengakibatkan Ibu Mujiati sulit untuk berjalan, apa lagi jika asam uratnya sedang kambuh, ia harus menahan rasa sakit yang luar biasa, dan membuatnya tidak dapat berjalan. Semua itu Ia lalui dengan penuh kesabaran dan rasa ikhlas. Semangat untuk menolong orang lain itulah menjadi salah satu energi untuk tetap semangat menjalani hidup.
Di saat orang lain merasa khawatir dengan ganasnya pendemi COVID-19 di Wilayah Kota Semarang dan takut untuk keluar rumah, Ibu Mujiati tetap melakukan blusukan ke rumah-rumah pasien untuk mencari dahak. Dengan protokol kesehatan yang sangat ketat, Ibu Mujiati melakukan blusukan dengan resiko tinggi di Zona Merah Level 4. Ia bekeliling dari rumah ke rumah dengan menaiki sepeda ontel miliknya, dan jika sakit asam uratnya sedang kambuh ia diantar suami atau naik kendaraan umum. Hal ini yang menjadi prestasi tersendiri di saat kader lain mengalami penurunan kinerja karena pendemi dan kebijakan PPKM, capaian Ibu Mujiati tetap konsisten dengan capaian yang cukup memuaskan.
Apa yang dilakukan Ibu Mujiati telah mendapatkan dukungan dari keluarganya terutama dari Suami. Suami Ibu Mujiati, Pak Sutrisno adalah pendukung utama selama Ia bertugas menjadi Kader TB-HIV. Tak jarang ketika Ibu Mujiati sedang mengalami penurunan semangat, Pak Sutrisno-lah yang memberi ia dorongan semangat.
Bahkan jika sakit Asam urat Ibu mujiati sedang kambuh, suaminya yang merawatnya dengan penuh kesabaran. Menuntunnya untuk memenuhi hajatnya, dan mengantarnya berkeliling untuk melakukan insvestigasi kontak terhadap pasien TB. Di tengah lelah setelah berkerja seharian, Pak Sutrisno bersedia mengantar Ibu Mujiati untuk berkeliling ke rumah pasien TB.
Saat terik panas di siang hari, suaminya dengan sabar rela menunggu di luar rumah, sementara Ibu Mujiati membari penyuluhan kepada pasien TB di dalam rumah pasien. Ada kalanya mengantarnya ke kantor SSR Kota Semarang yang jauh jaraknya. Dapat dikatankan bahwa suami Ibu Mujiati adalah penyokong utama baginya dan sakit Asam urat yang diderita seakan tidak berarti karena ada sosok Suami yang menjadi penyembuh luka dan pembakar api semangat.
Bulan Juli 2021 adalah bulan terakhir kebersamaa Ibu Mujiati dengan suaminya. Tak dapat terlupakan hari dimana Ia terakhir kali di antar suami untuk menjalankan tugas sebagai kader TB- HIV MSI. Tidak disangka hari itu adalah hari terakhir Ibu Mujiati membonceng motor pak Sutrisno – Suaminya. Tugas terakhir seorang Suami untuk membantu Ibu Mujiati menyelesaikan tugas sebagai kader TB-HIV.
Sebagaimana disampaikan sendiri oleh Ibu Mujiati, bahwa hari Sabtu, 10 Juli 2021 itu Ia hendak menghadiri rapat dengan SSR Kota Semarang di kantor baru di Jl, Telagabodas No19A.2 Karangrejo, Gajahmungkur. Jarak yang tidak dekat jika di lihat dari rumah Ibu Mujiati di Kelurahan Tugurejo Kecamatan Tugu. Ia tahu bahwa Suaminya terlihat lalah sehabis bekerja, maka ia bermaksud berangkat sendiri ke kantor SSR dengan naik BRT. Namun ketika hendak berpamitan, suaminya menawarkan diri untuk mengantarnya. Walau sudah ditolak, suaminya tetap memaksa untuk mengantarnya, dengan alasan bahwa suamniya ingin melihat kantor SSR Kota Semarang yang baru.
“Aku ingin mengantarmu ke kantor SSR MSI yang baru, agar hatiku menjadi tenang tahu keberadaanmu” Kenang Ibu Mujiati, mengulang ucapan Pak Sutrisno Suaminya saat itu.
Ibu Mujiati sebenarnya heran dengan tawaran bantuan yang “agak maksa” tersebut. Namun akhirnya, hari itu suaminya mengantarkan Ibu Mujiati ke kantor SSR. Seperti biasa, ketika Ibu Mujiati tengah rapat dengan tim SSR Kota Semarang, Pak Sutrisno menunggu di luar dengan sabar. Entah kurang apa kesabaranya, rapat 3 jam lebih rapat berlangsung, pak Sutrisno tetap setia menunggu.
Sesampainya tiba di rumah, pak Sutrsino meminta di buatkan makanan kesukaan yaitu rengginang khas Semarang. Sebagai balas jasa pada Suami yang telah mengantarkannya ke kantor SSR, dengan ringan hati Ibu Mujiati mengabulkan permintaan suaminya tersebut. Namun, sesaat setelah pak Sutrisno memakan makanan tersebut, tiba-tiba pak Sutrisno mengeluh dadanya sakit dan terkulai lemas. Ibu Mujiati pun segera menyarankan kepada suaminya untuk istirahat. Namun keluhan pak Sutrisno semakin menjadi. Rasa sakit pada dada kian menyiksa, bahkan sampai jatuh pingsan. Akhirnya malam itu juga, pak Sutrisno di bawa ke Rumah Sakit untuk mendapatkan perawatan. Setelah mendapatkan perawatan dan pemeriksaan,
diketahui bahwa pak Tris mengalami serangan jantung dan positif COVID-19. Semua terkejut dan seakan tak percaya, sebab selama satu hari ini, Pak Sutrisno tampak baik-baik saja. Malam itu Pak Sutrisno dalam keadaan tidak sadarkan diri, dan di rawat di ICU. Hingga akhirnya pada Minggu 11 Juli 2021 pukul 04.30 WIB pak Sutrisno dikabarkan telah meninggal dunia.
Kini Ibu Mujiati hidup sendiri, tanpa suami yang sangat Ia cintai. Tiada lagi orang yang akan memberinya semangat saat ia sedang sedih, tidak lagi ada orang yang siap memapahnya ketika Asam uratnya kambuh nanti. Tidak lagi ia dapat bercerita tentang suka duka menjadi kader TB-HIV kepada orang yang selalu mendengarkannya. Kini, Ibu Mujiati tidak dapat lagi melihat seseorang yang tengah menunggunya ketika ia keluar dari rumah pasien atau kantor SSR MSI yang baru. Kini ia harus melakukan tugas kader TB-HIV ini sendiri, tanpa ada orang yang “memakasa” untuk mengantarnya berkeliling.
Apa pendapatmu tentang ini :)