Abi Daulah Haque, S.P*
TERASJATENG.COM — Setiap manusia selalu membutuhkan makanan, disetiap makanan terdapat kebutuhan yang sangat beragam dari hasil pertanian, peternakan, dan perikanan. Kebutuhan pangan negara semakin bertambah karena bertambahnya penduduk.
Maka dari itu pangan sangat penting bagi negara. Saya masih teringat salah satu pernyataan dosen waktu kuliah di jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman “Hanya karena persoalan pangan, negara bisa hancur. Contoh seperti Uni Soviet yang bisa hancur karena salah satunya tidak bisa menyediakan pangan bagi penduduknya, karena keterbatasan iklim.” Ya semoga itu tidak terjadi pada negara kita tercinta Indonesia.
Berbicara tentang hari Tani Nasional tanggal 24 September, kita selalu teringat ucapan dari proklamator kita yaitu Bung Karno: “Soal pangan adalah soal hidup mati bangsa!”
Dari kata-kata tersebut beliau selalu menggelorakan bahwa pangan adalah persoalan penting. Pernyataan itu berimplikasi pada pembangunan pertanian yang harus dikawal secara baik untuk memperkuat nasionalisme pangan.
Namun pertanian kini kurang diminati oleh kaum muda atau sekarang disebut generasi milenial. Padahal letak suatu perubahan bangsa ada pada diri mereka dari apa yang mereka pikirkan dan dikerjakan. Seperti kata bijak bung Karno “Beri aku 10 pemuda maka akan aku guncangkan dunia.” Ataupun Syekh Musthafa al Ghulayaini, salah seorang pujangga Mesir mengatakan “Sesungguhnya di tangan pemudalah urusan umat dan di kaki-kaki merekalah kehidupan umat.”. kalimat tersebut membuktikan bahwa pemuda adalah agen perubahan untuk segala hal termasuk dari aspek pertanian.
Minat Generasi Milenial Menjadi Petani
Pemuda zaman sekarang yang disebut generasi milenial atau Y berbeda dengan generasi sebelumnya, generasi X yang kerap lambat mengikuti perubahan zaman.
Generasi milenial (kelahiran 1980-1999) memiliki ciri berpikir strategis, inspiratif, inovatif, energik, antusias, dan fasih mengadopsi teknologi digital (digital natives) dalam beragam aspek bisnis sehingga diprediksi menjadi pembawa pembaruan dalam pembangunan pertanian. Bahkan saat ini generasi milenial mulai mengubah budaya sejumlah korporasi di Indonesia.
Gaya kepemimpinan yang lebih fleksibel ditularkan mulai urusan perekrutan hingga memotivasi karyawan. Korporasi pun lebih efisien dan produktif. Sayangnya, peran generasi milenial yang andal di bidang teknologi digital belum banyak berkiprah di sektor pertanian untuk meningkatkan produktivitas lahan dan penguatan kedaulatan pangan.
Menurut Posman (2015) Minat pemuda yang kian menurun pada sektor pertanian patut dicari penyebabnya. Yang pasti selama ini ada yang salah dalam pembangunan pertanian. Status sosial profesi petani dianggap rendah dan tak mempunyai bargaining power di masyarakat. Berbeda dengan beragam profesi pekerjaan di kota dengan kantor berpenyejuk udara memberi hasil yang lebih cepat dibanding sektor pertanian yang harus menunggu hasil berbulan-bulan.
Baru- baru ini survey yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan, sekitar 4% pemuda usia 15-36 tahun yang berminat menjadi petani. Sisanya, sebagian besar lebih tertarik bekerja di sektor industry.
Peran Pemerintah dan Perguruan Tinggi
Pemerintah harus mencari solusi. Strategi yang patut dilakukan ialah menyeimbangkan antara tenaga kerja di sektor pertanian dengan luas lahan. Teknologi digital yang dipadukan dengan mekanisasi dalam pengolahan lahan, penanaman, perawatan dan pemanenan merupakan alternatif terbaik saat ini. Dengan mempercayakan pengelolaan lahan kepada petani dari generasi milenial akan menjamin keberhasilan pertanian di masa datang. Konsolidasi lahan patut direalisasikan di sentra-sentra pertanian guna mendorong bangkitnya modernisasi pertanian untuk mewujudkan mimpi besar kedaulatan pangan.
Transformasi sektor pertanian yang terencana dengan baik akan meningkatkan nilai tambah produk pertanian dan menciptakan lapangan kerja baru di pedesaan sekaligus menahan laju urbanisasi. Sektor pertanian yang pengelolaanya melibatkan generasi milenial diharapkan akan dapat menjadi jalan perubahan untuk penguatan kedaulatan pangan ke depan sekaligus mengerem laju impor bahan pangan yang kian masif belakangan ini.
Namun, apa yang perlu kita ingat dari perkara pangan? Sudahkah negara mampu menghadirkan pangan secara mandiri dan berdaulat? Sudahkah petani sejahtera dari hasik keringatnya? Apakah pangan yang kita makan berasal dari hasil tanah sendiri atau dari tanah negara lain? Sulit untuk mengatakan bahwa negara sudah menjamin pangan secara mandiri dan berdaulat. Di tanah air ini hampir semua bahan pangan diimpor: beras, kedelai, jagung, daging sapi, gula, ikan, garam, dll.
Lalu bagaimana nasib petani? Data menyebutkan lahan petani sekarang rata-rata kurang dari 0,5 hektar. Lahan sempit untuk bertani tak cukup menopang perekonomian keluarga petani. Sedihnya, lahan mereka pun kerap tergadai untuk kepentingan korporasi: kebun dan tambang. Masih hangat dalam ingatan kita kematian Salim Kancil lantaran menolak penambangan pasir di daerahnya. Ia pertaruhan nyawanya demi sawahnya, tempat dia bercocok tanam. Sejatinya, Salim telah melakukan bela negara dalam kapasitasnya sebagai petani. Kasus Salim tidak sendiri, masih banyak Salim lainnya yang mengalami hal yang harusnya dibela negara.
Perkembangan teknologi pertanian di tanah air perlu ditingkatkan. Peran ini dimainkan oleh lembaga penelitian atau perguruan tinggi. Namun, setelah 70 tahun merdeka, hasilnya tak terlalu signifikan. Penelitian pertanian boleh dibilang belum sepenuhnya membumi. Penelitian jangan hanya sekadar memenuhi syarat wisuda bagi mahasiwa dan syarat naik pangkat bagi dosen.
Dalam menjadikan pertanian Indonesia menjadi pertanian yang modern membutuhkan teknologi dan universitaslah yang mampu menemukan berbagai teknologi unggul. Seperti teknologi benih, pupuk, hingga alat-alat modern.
Pemanfaatan hasil panen menjadi produk kreatif aneka olahan
Untuk menambah nilai ekonomis petani, dengan memanfaatkan hasil panen. Apalagi hari ini milenial terkenal sangat kreatif. Potensi petani milenial dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi pangan. Seperti membuat produk olahan kreatif yang membuat nilai produk menjadi lebih tinggi ketimbang dijual bahan mentah. Contoh hasil ekonomi kreatif bidang kuliner adalah jagung menjadi produk popcorn, pudding, nanas menjadi bolu, kue, padi menjadi rengginang, kakao menjadi bubuk, syrup, dan produk lainnya.
Catatan dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, ekspor komoditas perdagangan pertanian pada bulan April 2019 meningkat sebesar 6,11% (dari bulan ke bulan) dan 7,38% (dari tahun ke tahun). Ini menunjukkan produk olahan pertanian jika dikelola secara kreatif akan membuat sejahtera petani dengan mencapai nilai ekspor diatas.
Refleksi hari Tani Nasional ini harus menjadi semangat mendorong perbaikan di sektor pertanian. Selama manusia masih memubtuhkan pangan maka selama itu keberadaan pangan perlu dijaga supaya terus ada pangan. Jika suatu bangsa kesulitan mendapat pangan, hancurlah bangsa itu. Maka dari itu, petani adalah pahlawan gizi serta pangan dari bangsaku!
*CEO Ganefo Agritama | Wakil Sekretaris Umum HIPMI Kendal
Apa pendapatmu tentang ini :)