TERASJATENG.COM – Mereka berdua satu almamater Undip. Namun Nikmah Yuana (penulis) tak kenal Mas Teguh semasa kuliah. Awal bertemu di Posko ICMI. Posko ICMI? Betul, keduanya sesama aktivis mahasiswa Islam. Di ruang diskusi itu dan dari situlah, kemudian ‘cinta’ dimulai.
Dari cerita Nikmah, Mas Teguh yang ia panggil ‘ayah’ dahulu seorang orator ulung. Kendati demikian, ia tak ahli soal perempuan. Pedekate dengannya tak terlalu organik akibat comblangan para teman.
Entah kenapa, Ia yang awalnya juga malu-malu itu, mantap menerima Mas Teguh. Mereka menikah 29 Agustus 1999 dan menjadi keluarga kecil sederhana, cukup dan bahagia. Bulan Juni tahun 2000, kebahagiaan bertambah tatkala lahir putra pertama mereka. Disusul putra kedua di tahun 2003.
Buku Cinta di Balik Kelambu Hemodialisis ini menceritakan kisah cinta Nikmah Yuana dengan Mas Teguh. Dari awal pertemuan hingga menikah dan memiliki dua orang putra. Awalnya mereka hidup bahagia. Nikmah menjadi dosen dan suaminya politisi.
Di perjalanan kisah, Mas Teguh yang gemar mengonsumsi minuman berenergi tersebut divonis diabetes, menyusul kemudian gagal ginjal. Hingga ia harus menjalani hemodialisa di klinik, dua kali dalam sepekan. Terkadang ia sering meracau dan tak sadarkan diri akibat sakit yang didera. Saat itu, raut muka kebahagiaan tiba-tiba meredup, menjadi kesedihan. Cinta dan kesetiaan Nikmah diuji. Haruskah ia setia mendampingi suaminya?
Kalo Nikmah mau, sebetulnya ia punya banyak alasan untuk meninggalkan sang suami. Terutama masalah nafkah lahir nafkah batin. Itu karena gagal ginjal merupakan penyakit degeneratif yang mengakibatkan penderitanya mengalami penurunan kemampuan fisik dan motorik. Ditambah lagi Mas Teguh menjadi sering marah-marah.
Namun, bukan itu yang Nikmah pilih. Ia tetap setia menjadi pendamping sang suami. “Peduliku sekarang adalah merawat ayah sebaik-baiknya menuju lebih baik…” kata Nikmah. Lantas, bagaimana Nikmah menghadapi kondisi itu?
Nikmah tentu punya banyak resiko. Ia harus pontang-panting menjadi tulang punggung keluarga. Kesibukan mengajar, mengurus suami dan kedua anaknya menjadi aktivitasnya sehari-hari. Di samping itu, Nikmah memiliki tanggungjawab sosial mengurus rumah baca (Rumah Baca Sampun Maos).
Perjalanan hidup Nikmah tak mudah. Namun, ia tak pernah menyerah begitu saja. Segala ujian itu mampu diaturnya sedemikan rupa menjadi hal-hal yang mengasyikkan. Kenapa bisa? Kekuatan apa yang membuatnya tetap tegar? Itukah ‘Cinta’?
Buku ini ditulis bukan dari sudut pandang medis, atau cerita seorang pasien gagal ginjal. Namun lebih pada perspektif pendamping pasien gagal ginjal. Bukan berarti buku ini menjadi minus, namun justru inilah yang kemudian menjadikan buku ini layak untuk dibaca siapa saja.
(A8)
Apa pendapatmu tentang ini :)