TERASJATENG.COM | Dalam program komunikasi perubahan perilaku, kita banyak mengandalkan khalayak sekunder atau komunikator untuk menyampaikan pesan pada khalayak primer. Semisal, untuk mengikis persepsi warga bahwa suatu jenis imunisasi tidak halal, kita mengandalkan para ustad mengabarkan pentingnya imunisasi dari perspektif agama. Umumnya, komunikator mendapat pelatihan atau orientasi dan kemudian menyusun rencana aksi. Apakah cukup hanya itu untuk memperoleh hasil kerja komunikator yang maksimum?
Mungkin perlu dipertimbangkan sejumlah tambahan.
Pertama, kita perlu siapkan desain khalayak yang taktis. Desain khalayak mengacu pada pembagian peran. Khalayak primer atau penerima manfaat utama adalah mereka yang ingin diubah sikap dan perilakunya. Khalayak sekunder atau komunikator adalah mereka yang berdialog dengan khalayak primer. Khalayak tersier adalah yang mempengaruhi khalayak sekunder.
Dalam kasus di atas, kita perlu melakukan intervensi pada khalayak tersier agar mereka mempengaruhi khalayak sekunder.
Pertanyaannya, siapa yang bisa mempengaruhi komunikator? Misalnya para ustad? Kemenag wilayah? Ormas? Tokoh agama yang senior?
Setelah (satu atau beberapa) yang paling berpengaruh ditentukan, kita perlu melakukan kegiatan advokasi agar mereka mau mempengaruhi komunikator, baik mempengaruhi secara struktur (regulation) dan/ atau kultural (leadership). Misalnya dengan melakukan lobi, pertemuan, seminar, publikasi media, studi banding, penyusunan regulasi, public hearing, musyawarah warga atau kegiatan-kegiatan lain yang pas dengan khalayak tersier yang sasar.
Tidak seperti di dunia bisnis, armada komunikator di dunia social development umumnya bekerja sukarela dengan insentif terbatas. Kerja sukarela itu rentan luntur komitmen. Maka itu, peran khalayak tersier (organisasi afiliasi, senior, pengambil kebijakan, dll) menjadi penting untuk menjaga komitmen dan kinerja mereka.
Kedua, kegiatan untuk komunikator tidak boleh terbatas pada pelatihan dan penyusunan rencana aksi. Karena merupakan kerja sosial, komunikator perlu memperoleh hal-hal atau kegiatan-kegiatan yang dapat memelihara motivasi atau semangat kerja mereka.
Contoh yang termasuk dalam kegiatan untuk memelihara motivasi antara lain
• Pemberian “identitas”: seragam (baju, topi, badge), surat keterangan
• Honorarium/ insentif atau yang berbentuk barang atau layanan (misalnya, kader Posyandu mendapat layanan gratis dan cepat di Puskesmas)
• Kompetisi dan kolaborasi antarkelompok komunikator
• Pengembangan hubungan baik/ perhatian antara pengelola program dan komunikator
• Pengakuan sosial (dukungan pemimpin, pemberian penghargaan, liputan media, dll.)
Secara lebih lengkap, kategori kegiatan-kegiatan bagi komunikator atau khalayak sekunder mencakup 1) peningkatan kapasitas seperti pelatihan, pendampingan, sesi saling belajar (cross learning), pemberian materi belajar, kanal konsultasi, riset partisipatif/ aksi, supportive/ facilitative supervision, dll; 2) memelihara motivasi (contoh di atas) dan 3) pemantauan atau feedback seperti pelaporan via Rapid Pro, pemantauan partisipatif, dll.
Kalau desain khalayak sudah pas dan kegiatan-kegiatan untuk masing-masing khalayak sudah mantap, mungkin berikutnya kita bisa melihat hasil maksimum, yaitu perubahan sikap dan perilaku warga.
Apa pendapatmu tentang ini :)