Oleh: M. Resha Alfatah*
TERASJATENG.COM — Teringat. Waktu PKL (praktik kerja lapang) di Bandung. Tepatnya di PT. Dirgantara Indonesia. Satu bulan kami menimba ilmu, di satu-satunya industri pesawat udara di Indonesia. Dan yang pertama di Asia Tenggara.
Gedung-gedung tinggi. Hanggar-hanggar besar. Apron-apron yang luas dengan sangat sedikit karyawan.
Bahkan, untuk mengisi ruang di gedung pabrik saja, masih banyak ruang kosong di sana. Saksi bisu perjuangan bangsa ini sebelum dihantam politik global yang membuat ribuan anak bangsa harus mencari pekerjaan baru, kala itu. Meninggalakan “burung besi” yang belum rampung digarap.
Tetuko, itu nama yang disematkan oleh “Sang Insinyur” pada burung besi yang sukses mengudara di hari pertamanya.
Bangga? Iya. Kagum? Jelas. Tapi tidak di mata pemain industri dirgantara di luar sana. Seakan mendapat pukulan hebat dari arah yang tak pernah mereka duga.
Grounded, ya burung besi itu tidak akan memacu turbinnya untuk sementara waktu dan ternyata itu sampai saat ini.
Impian Sang Insinyur pun hampir kandas, tak terelakkan. Semua demi cintanya pada bangsa dan negara.
Di masa kini, industri dirgantara Indonesia mulai bangkit. Merakit setiap komponen, menjadi pesawat udara, baik fixsed wing atau rotary wing, baik sipil maupun militer, baik untuk dalam negeri atau luar negeri.
R80 sedang dalam proses garap oleh anak bangsa ini yang sangat mengidolakan sosok “Insiyur”, namun Tuhan berkehendak lain.
Kini sang Insinyur telah berpulang.
“Selamat jalan eyang”. (B.J. Habibie 25 Juni 1936 – 11 September 2019)
*Alumni SMK Penerbangan Semarang. Anggota Fokal IMM Kendal
Apa pendapatmu tentang ini :)